Perumpamaan tentang Burung Pipit

   

     Suasana pagi yang dingin memang paling enak kalau ditemani segelas teh hangat dan sebongkah surat kabar pagi. Halaman demi halaman saya baca, namun tidak begitu banyak berita yang menarik. Kalau tidak mengenai politik ya isinya kriminal semua. Mungkin negeri ini memang negerinya para kriminal ya? Dari kelas teri sampai kelas paus ada semua.
      "Ya mau bagaimana lagi toh? Kan tuntutan ekonomi..." begitu alasan yang kebanyakan diambil oleh kriminal-kriminal tadi.
      Tampaknya faktor ekonomi masih jadi senjata ampuh bagi mereka untuk membela diri. Ya, walaupun alasan tersebut tidak serta merta membebaskan mereka dari sanksi yang semestinya mereka dapatkan. Lain lagi jika uang yang berbicara. Segalanya pasti lebih terasa 'mulus'. Namun... sudahlah. Bukan itu yang ingin saya bahas kali ini.
       Kalian semua tentu tahu burung pipit, kan? Ya, burung yang satu ini memiliki ukuran tubuh yang kecil, lemah, namun bebas terbang di udara. Saat saya sedang menikmati segelas teh hangat, tiba-tiba saja seekor burung pipit masuk menerobos celah ventilasi kamar saya. Burung itu terbang berputar-putar di dalam kamar saya berusaha mencari jalan keluar. Padahal ada beberapa celah ventilasi yang bisa ia manfaatkan untuk bisa keluar dari kamar saya, namun sepertinya sulit baginya untuk keluar. Burung pipit tersebut hinggap sejenak, ia nampak kelelahan. Segala daya dan upaya nya untuk keluar seakan sia-sia. Saya hanya mengamatinya saja dari tempat duduk saya. Burung pipit itu kemudian bangkit lagi, terbang kian kemari mencari jalan keluar. Namun hasilnya tetap sama. Nihil.
      Timbul rasa iba saya melihat burung pipit yang nampak kelelahan itu. Perlahan saya dekati burung pipit itu dan meraihnya. Percobaan pertama gagal. Burung pipit itu malah berusaha menghindar dari niat baik saya. Saya coba lagi, namun percobaan kedua masih gagal. Percobaan ketiga, keempat, masih gagal juga. Sampai akhirnya sampai di percobaan kelima, saya berhasil meraih burung pipit tersebut. Saya belai kepalanya dengan penuh kasih sayang, kemudian melangkah ke dekat jendela kamar, kemudian melepaskannya ke alam bebas. Burung pipit itu kembali ke alamnya yang sebenarnya. Dimana ia bisa meraih kebebasannya. Tampak ia disambut oleh rekan-rekannya dan mereka bernyanyi-nyanyi merdu.
      Saudara-saudara, apa yang bisa kita ambil dari kutipan cerita di atas? Sebelumnya saya sampaikan, kalian boleh setuju dengan pendapat saya dan tidak diharamkan untuk tidak setuju. Kita, manusia, layaknya seekor burung pipit. Kita tampak bebas dengan segala aktivitas kita di dunia. Namun satu hal, kita tetap tampak lemah dan tak berdaya dihadapan Tuhan. Pada suatu waktu kita jatuh ke dalam dosa dan sulit untuk keluar dari perbuatan dosa kita. Kita berusaha untuk keluar dari dosa namun gagal dan terus gagal, itulah yang kita dapatkan. Masalahnya hanya satu, kita terlalu nyaman berada di zona dosa kita. Kita hanya berputar-putar dan menikmati perbuatan kita yang berdosa. Sesekali kita tampak lelah dan mencoba untuk keluar dari jeratan dosa. Begitu sulit kita keluar dari pintu dosa yang sangat mudah kita masuki. Kita butuh jalan keluar yang lebih besar dan itu tidak bisa kita buka seorang diri. Bahkan dengan sesama kita sekalipun kita tidak akan bisa membuka pintu keluar itu.

      Tuhan mengamati semua perbuatan kita. Ia ingin melihat bagaimana sikap kita dan bagaimana kesungguhan kita untuk bertobat. Seakan Ia memang membiarkan kita, namun sebenarnya Ia peduli pada kita. Saat kita tampak bersungguh-sungguh untuk lepas dari dunia hitam, Ia mendekati kita dan berusaha meraih kita. Namun ternyata hal itu belum serta merta membebaskan kita dari noda dosa. Masih nampak keangkuhan dan kesombongan kita sebagai manusia yang menganggap kita mampu menyelesaikan masalah kita sendiri. Kita masih jauh dari Tuhan, namun menginginkan kemakmuran hidup. Namun Tuhan itu baik. Ia tidak menyerah untuk meraih kita, menyelamatkan kita dari panasnya api neraka. Ia terus berusaha meraih kita, menyelamatkan kita dengan cara yang sering kali tidak dapat kita sadari. Saat timbul niat kita untuk keluar dari dosa ditambah dengan kemauan kita untuk bertobat dan mendekatkan diri pada Sang Pencipta, saat itulah karya tangan-Nya terasa bagi kita. Kita dibawanya menuju pintu yang kita cari-cari selama ini. Pintu menuju kebahagiaan kekal di Surga, dimana kita bisa melangkah bebas penuh kedamaian dan disambut oleh malaikat-malaikat-Nya disana.

Oleh: Anonymous, ditambahkan seperlunya.

2 komentar :

  1. Ceritanya bagus gan, buat sendiri? hehehe...

    BalasHapus
    Balasan
    1. semacam kotbah gan, tapi ane kembangin sendiri ceritanya.
      hehe.

      Hapus

Copyright © 2014 Simplicity .