4 Alasan Kenapa Jakarta Nggak Layak Lagi untuk Ditempati


Jakarta, kotaku indah dan megah.
Di situ lah aku dilahirkan.

Well, walaupun gue bukan orang Jakarta asli, tapi setidaknya saat ini gue harus hidup dan bertahan hidup di ibukota negara tercinta kita ini. Bermacam-macam orang bisa kita temui di Jakarta. Mulai orang Jawa, Padang, Ambon, Bali, Batak, China, semuanya ada di Jakarta. Kalau kita telaah lebih dalam lagi, ternyata jumlah penduduk yang benar-benar asli Jakarta (Betawi, red) kalah banyak dibanding pendatang-pendatang tadi. Ya, benar. Penduduk asli Jakarta perlahan-lahan mulai tersingkirkan oleh para pendatang yang semakin memadati Ibukota. Buat apa sih mereka datang menuh-menuhin ibukota? Untuk mencari sesuap nasi tentunya. Masih banyak yang beranggapan bahwa Jakarta merupakan tempat yang paling bagus untuk mendapat rezeki. Padahal mereka belum tentu dibekali dengan pendidikan dan skill yang memadai. Alhasil makin banyak saja sampah masyarakat yang kita temui di jalanan.

Masuknya pendatang tadi bukannya gak membawa masalah baru. Mereka yang tersisihkan oleh kerasnya ibukota menjadi putus asa karena sudah tidak punya apa-apa lagi untuk kembali ke kampung halaman. Kalo pun kembali, mereka akan menanggung malu karena pulang tanpa membawa hasil. Hingga akhirnya banyak dari mereka yang menjadi pemulung, pengemis, pengamen, pencopet, penjambret, dan berbagai macam jenis pekerjaan negatif lainnya. Dengan pekerjaan seperti itu, sudah tentu mereka tidak akan punya tempat tinggal yang layak untuk beristirahat. Solusinya? Tidur di emperan toko, di kolong jembatan, atau bagi mereka yang ‘mampu’ bisa mendirikan rumah di bantaran sungai. Secara ilegal tentunya.

Jakarta semakin padat dan semakin tidak sehat bagi penduduknya sendiri. Kita tahu bahwa hidup di Jakarta itu merupakan suatu tantangan. Mungkin benar jika di Jakarta kita bisa mendapat pendapatan lebih (lah wong UMP nya aja 2 juta lebih, jauh dibanding daerah lainnya). Namun pemasukan yang besar itu dibarengi pula oleh pengeluaran yang tak kalah besarnya. Ya, di Jakarta apa-apa mahal. Saat gue masih di kampung, dengan modal lima ribu rupiah gue bisa makan kenyang dan sehat. Tapi di Jakarta hal seperti itu rasanya sulit untuk ditemukan. Kalo pun ada, kebersihannya masih menjadi tanda tanya besar. Namun semua hal negatif yang ada di Jakarta tadi masih belum bisa menyurutkan niat pendatang untuk mengadu nasib di Jakarta. Terutama mereka yang datang dengan bermodal nekad. Jadi kali ini gue mau kasih tau beberapa hal yang mungkin akan membuat lo urung untuk mengadu nasib di Jakarta. Yang gue bahas kali ini adalah 4 hal yang menjadi alasan kenapa Jakarta udah gak layak untuk dihuni lagi.


1. Padat
Yap. Yang ini juga semua orang pasti udah tau. Jakarta itu udah padat pake banget, bro! Di dalam area yang hanya seluas 740.3 km2, Jakarta disesaki oleh 10.187.595 jiwa! Yang artinya setiap km2 setidaknya ada 14.000 jiwa. Bandingkan saja dengan Provinsi Bali misalnya. Dalam area seluas 5.636 km2 hanya dihuni oleh 3.891.428 jiwa saja (690/km2). Sungguh perbedaan yang sangat signifikan. Jadi kalau kalian punya niat untuk merantau ke Jakarta, kalian mau tinggal di mana? Siap untuk bersesak-sesakan?


2. Macet
Masalah yang satu ini merupakan dampak dari masalah nomor satu. Makin padat penduduk, makin banyak yang punya kendaraan, pembangunan infrastuktur lambat, alhasil kemacetan sudah bukan jadi rahasia umum lagi. Gue sampe kehabisan kata-kata untuk menggambarkan betapa parahnya kemacetan di Jakarta. Kalo kita bandingin dengan negara maju, Jepang misalnya. Sekalipun saat jam sibuk terjadi kemacetan yang cukup panjang, warga Jepang masih tergolong sabar dan pengertian. Mereka akan tetap berada dalam antrian dan gak ada tuh yang namanya klakson-klakson nggak jelas. Kalo di Jakarta? Semua ingin didahulukan. Serobot sini, serobot sana. Zebra cross disambar, trotoar disambar. Hati ku kapan disambar? #eh. Seandainya saja warga Indonesia khususnya Jakarta bisa lebih sabar dan disiplin (dan juga cerdas)  dalam berkendara. Kemacetan pun akan terasa lebih nikmat.


3. Banjir
Akar persoalan yang satu ini….. Kembali lagi ke nomor satu…. Banyaknya pendatang ilegal yang tanpa disertai dengan pendidikan dan skill yang mumpuni menyebabkan mereka tidak mampu bersaing dengan kerasnya ibukota. Perumahan ilegal pun banyak terlihat di bantaran sungai. Ditambah lagi mereka suka membuang sampah seenak jidatnya yang mengakibatkan pendangkalan sungai dan banyak saluran air yang tersumbat. Ujung-ujungnya ya banjir. Dan kalo udah banjir, pemerintah yang disalahin. Udah dikasih bantuan, bilangnya ditelantarkan. Mau direlokasi, ditolak. Alasannya bakal sulit untuk akses kemana-mana. Mbok yo sadar diri sampean itu siapa…


4. Isinya sudah bukan manusia lagi
Pembunuhan, pemerkosaan, pencurian, perampokan, nerobos lampu merah, nerobos trotoar, ngelawan arus, buang sampah sembarangan, dll. Yang kayak gitu bisa dibilang manusia?

Sebenarnya masih banyak uneg-uneg gue yang menguatkan anggapan bahwa Jakarta sudah gak layak lagi untuk dihuni. Tapi ya itu tadi, gue kehabisan kata-kata. Kalo kalian pengen nambahin, silahkan berpartisipasi di comment box

0 comments :

Copyright © 2014 Simplicity .